ASSALAMUALAIKUM WAROHMATULLOH ...
AHLAN WA SAHLAN WA MARHABAN ....

Join The Community

Subscribe via Email

Jumat, 18 Maret 2011

HABIBUNAL MAHBUB SAYYIDUL WALID AL USTADZ ALHABIB UMAR BIN ABDURRAHMAN ASSEGAF

"Belajar ilmu itu kepada siapa saja tidak apa-apa, asalkan sang guru menguasai bidang yang diajarkan dan orangnya shalih.”
Kini kita sulit menemukan tokoh-tokoh ulama yang keseriusan, kesungguhan, dan kerajinannya dalam menimba ilmu seperti pendahulu-pendahulu mereka di masa lalu. Seandainya ada pun, bisa dihitung dengan jari. Habib Umar bin Abdurrahman bin Ahmad Assegaf, pemimpin Ma`had dan Majelis Ta’lim Al-Kifahi Ats-Tsaqafi, adalah satu di antara mereka yang sedikit itu.

Ia, yang biasa dipanggil Ustadz Umar oleh murid-muridnya, lahir pada tanggal 11 Oktober 1949 di daerah Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan. Ayahnya tokoh yang sangat dikenal, Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf, pendiri madrasah Ats-Tsaqafah Al-Islamiyyah. Sedangkan ibunya seorang wanita shalihah, Hajjah Barkah.

Semua saudaranya yang laki-laki, Habib Muhammad, Habib Ali, Habib Alwi, dan Habib Abu Bakar, sejak muda hingga kini juga berkiprah dalam bidang dakwah dan pendidikan umat.

Sejak kecil Ustadz Umar telah dididik oleh ayahnya dengan keras. Setiap habis ashar ia menyuruhnya membaca qashidah Al-Burdah seluruhnya sampai datang waktu maghrib. Sesudah itu membaca ratib dan belajar Al-Quran hingga waktu isya tiba. Ia juga belajar berbagai kitab kepada ayahnya. Selain kepada sang ayah, ia pun belajar Al-Quran kepada ibunya.

BAHASA INGGRIS

Dasar-dasar ilmu agama pertama-tama diperolehnya di madrasah sang ayah. Selain di madrasah, ia juga bersekolah di SD Bukit Duri Puteran Pagi II, yang diselesaikannya tahun 1964.

Selesai SD, ia tidak lagi mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan sekolah meskipun memiliki keinginan belajar yang sangat kuat. Namun hal itu tidak mematahkan tekadnya untuk menuntut ilmu, demi masa depannya. Karenanya, ia terus belajar dan mencari jalan agar bisa mendapatkan tambahan ilmu.

Maka mulailah ia mengikuti kursus bahasa Inggris di Diponegoro, di daerah Kramat, Jakarta Pusat, dan kemudian di Masjid Arif Rahman Hakim, Salemba, Jakarta Pusat. Ia sungguh-sungguh serius ingin menguasai bahasa Inggris. Karena itu, setelah tidak lagi mengikuti kursus, ia mendatangkan guru privat ke rumah.

Guru privatnya yang pertama adalah seorang pengajar senior yang sudah agak tua, bernama Umar Ba`syin, seorang Hadhrami yang ahli bahasa Inggris. Tak kurang dari delapan tahun Ustadz Umar menimba ilmu kepadanya.

Setelah tidak lagi belajar kepada Umar Ba`syin, ia mendatangkan seorang guru berkebangsaan Irlandia yang tinggal di daerah Menteng Atas. Tetapi Ustadz Umar hanya dapat belajar sekitar setahun kepadanya.

Ia juga mengikuti privat bahasa Belanda kepada seorang Jawa Katholik yang kemudian masuk Islam, Mr. Poniman. Sedangkan gurunya ini belajar tentang aqidah, shalat, dan lain-lain kepadanya. Agak lama Ustadz Umar menimba ilmu darinya. Meski tidak sampai menguasai, cukup banyak peribahasa bahasa Belanda yang dihafalnya. Ketika anak-anaknya masih kecil, kepada mereka ia ajarkan peribahasa-peribahasa itu, sehingga mereka hafal. Sekarang, ia ajarkan kepada cucu-cucunya. “Buat gagah-gagahan saja,” katanya bergurau.  

Berbagai cara dilakukan Ustadz Umar untuk mendapatkan biaya kursus. Salah satunya berjualan koran, yang dijalaninya kurang lebih dua tahun. Ia pun mendapatkan tambahan penghasilan dengan berjualan di pengajian mingguan kaum ibu. Bermacam barang dagangan ia sediakan. Ketekunan belajar bahasa juga membantunya mendapatkan tambahan biaya. Dengan kemampuannya, ia dapat mengajarkan bahasa Inggris kepada orang-orang lain.

ILMU AGAMA

Sejak lulus SD, telah tumbuh keinginan yang kuat dalam diri Ustadz Umar untuk mendalami ilmu-ilmu agama. Setiap Jum’at pagi dan Ahad pagi, ia pergi menuntut ilmu kepada Habib Muhammad Al-Haddad di Al-Hawi, Cililitan, Jakarta Timur. Ia belajar bersama santri-santri

 HABIB MUHAMMAD.

K.H. R. Abdullah bin Nuh, ulama terkemuka dan ahli bahasa Arab, juga salah seorang gurunya. Ia pula yang kemudian mengganti nama majelis Ustadz Umar menjadi Al-Kifahi Ats-Tsaqafi (Perjuangan Kultural) setelah sebelumnya Ustadz Umar menamainya Najahuth-Thalibin. Pertama kali Ustadz Umar belajar kepadanya adalah di kediamannya di Gang Lontar, Percetakan Negara, Jakarta Pusat.

Kira-kira setahun mengaji di sini, sang guru pindah ke daerah Sumur Batu, Cempaka Putih, masih di Jakarta Pusat. Maka ia pun pindah mengaji ke sana. Nurul-Yaqin, Al-Hushunul Hamidiyah, dan Qawaid Al-Lughah Al-`Arabiyyah adalah kitab-kitab yang ia baca kepadanya.

Untuk mendapatkan keberkahan dalam belajar, sejak muda Ustadz Umar selalu menjaga adab terhadap guru-gurunya dan berusaha melakukan apa saja yang dapat membuat mereka ridha kepadanya. Di rumah K.H. Abdullah bin Nuh yang sangat sederhana, misalnya, ia tak segan-segan memompa air untuk mengisi kolam meskipun tidak disuruh. Sungguh suatu teladan yang baik dan patut ditiru oleh mereka yang ingin meraih keberkahan dan keridhaan guru.

Baru setahun mengaji di Sumur Batu, K.H. Abdullah bin Nuh pindah ke Kota Paris, Bogor. Bagi orang yang semangatnya biasa-biasa saja, mungkin mengajinya akan langsung berhenti dengan pindahnya sang guru ke tempat yang cukup jauh. Tetapi semangatnya yang luar biasa membuatnya ingin tetap mengaji dan K.H. Abdullah bin Nuh pun tak keberatan. Ia diberi waktu mengaji malam Ahad dan diminta datang Sabtu sore. Sayangnya, karena kondisi fisik sang guru yang tak memungkinkan, pengajian ini hanya berlangsung beberapa kali dan tidak dapat dilanjutkan.

Ustadz Mahmud Bahfen, dosennya di Universitas Muhammadiyah, juga ia datangi. Kepadanya ia mempelajari tarikh dengan membaca kitab Tarikh Al-Khulafa’, karya As-Suyuthi.

Sepulangnya belajar dari tempat Ustadz Mahmud Bahfen, ia langsung mengaji lagi kepada Habib Husain Al-Habsyi di Kampung Melayu, Jakarta Timur. Kepada wartawan senior ini, ia mempelajari kitab An-Nashaih Ad-Diniyyah dan surat kabar-surat kabar berbahasa Arab. Namun karena kondisi Habib Husain yang sudah sakit, masa belajarnya kepadanya tidaklah lama.

Pada awal 1970-an Ustadz Umar mengikuti kuliah di Fakultas Tarbiyah Universitas Muhammadiyah, Jakarta. Kemampuannya yang bagus dalam bahasa Inggris sangat membantunya dalam mengikuti kuliah dan membuatnya disenangi para dosen dan teman-temannya. Apalagi ia juga menguasai bahasa Arab dan ilmu-ilmu agama dengan baik.      
Berkat kesungguhannya, pada tahun 1976 ia dapat menyelesaikan kuliah hingga sarjana muda. Hal itu melengkapi kebahagiaannya, karena tahun sebelumnya, tepatnya pada 12 Februari 1975, ia telah diangkat sebagai pegawai negeri dan ditempatkan sebagai guru. 
Jum’at 3 Desember 1976, Ustadz Umar resmi menjadi suami gadis idaman hatinya yang sekaligus muridnya di madrasah Ats-Tsaqafah, Muslihah namanya, yang  kemudian dikenal sebagai Ustadzah Hj. Muslihah dengan panggilan akrab Ummi Mus. Sejak awal pernikahan, sang istri telah sangat berperan dalam melancarkan dan memberikan dorongan kepadanya untuk menimba ilmu dari satu guru ke guru yang lain.  

K.H. AHMAD DJUNAIDI 

Setelah ia menikah, guru pertamanya yang kemudian menjadi guru utamanya adalah K.H. Ahmad Djunaidi. Awal kisah mengajinya tergolong unik. Hingga satu hari sebelum mulai mengaji, ternyata ia belum pernah melihatnya. Ia hanya pernah diceritai oleh seorang muridnya bernama Alimin bahwa ada seorang ulama asal Pedurenan, Jakarta Selatan, yang sangat alim, K.H. Ahmad Djunaidi.
Mendengar cerita Alimin, Ustadz Umar menjadi penasaran dan tertarik. Maka di hari itu, Ahad malam Senin, 5 Desember 1976, di hari walimah pernikahannya, ia segera minta ditemani oleh muridnya itu menuju rumah K.H. Ahmad Djunaidi. Pergilah mereka menuju kediamannya.
Sesampainya ia di sana, ternyata sang guru sedang mengajar di mushalla.

Setelah mendengarkan pengajiannya hingga selesai, ia segera menemuinya, memperkenalkan diri, dan menyatakan keinginannya untuk belajar.

K.H. Ahmad Junaidi langsung menerima dan mempersilakannya datang keesokan harinya.
Pagi harinya, Senin 6 Desember 1976, menjadi hari pertama Ustadz Umar belajar kepadanya yang terus ditekuninya setiap hari.

Demikianlah, bulan madu dan berguru bertemu dalam satu waktu. Hingga sang guru berpulang ke rahmatullah pada 23 Februari 1997, Ustadz Umar terus datang mengaji secara pribadi setiap hari mulai jam 6.00 sampai jam 8.00. Bahkan di saat sang guru sakit pun ia tetap datang, terkadang mengaji di kamarnya. Bayangkan, dua puluh tahun mengaji tanpa henti! Di zaman sekarang, ini suatu hal yang langka dan kelebihan yang istimewa.

Di antara kitab-kitab yang dibacanya kepada sang guru adalah Fathul Qarib, Tijan Ad-Darari, An-Nashaih Ad-Diniyyah, Ad-Da`watut-Tammah, Fathul Mu`in (sampai rub`ul mu`amalat, bagian muamalah), At-Tawsyih, Al-Mukhtar Asy-Syafi, Mizan Adz-Dzahab, Idhah al-Mubham, Syarah Ar-Rahbiyah, Mabadi Awwaliyah, As-Sullam, Al-Bayan, Al-Waraqat.

Ustadz Umar merasa puas mengaji kepadanya. Ia benar-benar mendapatkan ilmu yang ia harapkan. Yang juga membuatnya senang mengaji kepada Kyai Ahmad Djunaidi adalah, kalau ada masalah-masalah yang sulit dan belum terselesaikan ketika mengaji, sang guru tidak hanya menjawab sekenanya atau kira-kira, melainkan ditundanya dan beberapa hari kemudian ia tunjukkan jawabannya pada kitab-kitab yang ditelaahnya.
K.H. Ahmad Djunaidi adalah seorang ulama yang menguasai al-madzahibul arba`ah (madzhab fiqih yang empat), juga menguasai berbagai cabang ilmu keislaman. Ia pun mampu mengarang dalam bahasa Arab dengan sangat baik dan dapat membuat syair-syair yang bermutu. Sulit mencari ulama di Jakarta yang kualitasnya seperti dia.

MUALLIM SYAFI`I HADZAMI

Sepeninggal K.H. Ahmad Djunaidi, rasa hausnya akan ilmu tak menjadi sirna. Maka untuk memenuhi dahaganya akan ilmu ia memutuskan untuk mengaji kepada K.H. Muhammad Syafi`i Hadzami, seorang allamah yang juga tak diragukan penguasaan keilmuannya.

Maka segera ia mendatanginya dan menyatakan keinginannya untuk mengaji. Pada awalnya Ustadz Umar diberi waktu mengaji setiap Senin pagi. Pertama yang dibacanya kepada sang guru adalah kitab Fathul Mu`in bab munakahat (pernikahan), melanjutkan bacaannya kepada K.H. Ahmad Djunaidi.

Di hadapan Muallim Syafi`i Hadzami, Ustadz Umar selalu menjaga adab sebagaimana yang ditunjukkannya kepada K.H. Ahmad Djunaidi. Tidak pernah mendesak guru dengan pertanyaan yang sampai membuat guru menjadi tidak suka. Kalau memang masalah yang ditanyakan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dan kelihatannya kalau diteruskan akan membuatnya tidak senang, ia hentikan. Dalam kesempatan lain ia akan mencoba menanyakannya lagi. Tetapi seandainya tetap tidak bisa terpecahkan, ia akan menghentikannya sampai di situ dan tidak mengungkitnya lagi. 

Setelah berlangsung sekitar tiga bulan, ia meminta tambahan waktu. Melihat kesungguhan dan akhlaqnya, Muallim tak keberatan memenuhi permintaannya dan memberikan waktu lagi pada hari Kamis dan kemudian ditambah lagi pada hari Selasa dan Sabtu. Jadi, seminggu ia mengaji empat kali kepadanya.

Demikianlah, akhirnya selama hampir sepuluh tahun ia terus mengaji berbagai kitab kepada Muallim Syafi`i Hadzami. Tentu banyak ilmu, kesan, dan pengalaman yang didapatnya. Hingga hari Sabtu tanggal 6 Mei 2006, ia tetap mengaji kepada sang guru dan itulah saat terakhir pertemuan dengannya. Karena keesokan paginya, 7 Mei 2006, K.H. M. Syafi`i Hadzami berpulang ke rahmatullah dalam perjalanan pulang dari mengajar di Masjid Ni`matul Ittihad Pondok Pinang, Jakarta Selatan.    

Kesungguhan dan akhlaqnya terhadap guru membuat Ustadz Umar dicintai oleh Muallim Syafi`i Hadzami. Di berbagai tempat, ia sering memuji Ustadz Umar, baik kesungguhannya, ilmunya, maupun akhlaqnya. Bukan hanya mencintainya, Muallim juga menghormatinya.

TIDAK FANATIK

Di samping belajar kepada beberapa habib, Ustadz Umar juga banyak menuntut ilmu kepada ulama yang bukan habib. Mengenai alasannya mengapa banyak belajar kepada ulama yang bukan habib, ia mengatakan, “Datuk-datuk kita (para habib di masa lalu) banyak belajar kepada para masyaikh (.................................). Jadi bukan hanya belajar kepada para habib. Belajar ilmu itu sama siapa saja, tidak apa-apa, asalkan sang guru menguasai bidang yang diajarkan dan juga orangnya shalih.
Itu dalam masalah ilmu. Sedangkan masalah keturunan berbeda. Karena itu, seseorang yang mencintai habaib tidak boleh pilih-pilih. Ia tidak boleh hanya cinta kepada habaib yang berilmu. Ia mempunyai kewajiban untuk mencintai semua habib, baik yang berilmu maupun tidak.”

Sebagian orang mungkin ada yang hanya mau belajar kepada habaib, atau ada juga yang hanya belajar kepada habaib dari keluarganya, tidak mau kepada habaib yang lain. Ada juga yang hanya mau belajar kepada kiai saja. Ada pula yang fanatik kedaerahan, sehingga maunya hanya belajar dengan orang yang sedaerah. Ustadz Umar tidak demikian. Ia berprinsip akan belajar kepada siapa saja dan dimana saja. Ia tidak mau fanatik ini, atau fanatik itu.

MENGAJAR DENGAN PENUH KESUNGGUHAN

Selain serius belajar, ia pun bersungguh-sungguh dalam mengajar. Di madrasah ayahandanya, Ustadz Umar biasanya mengajar nahwu, fiqih, dan tauhid. Menjelang zhuhur sekembalinya dari mengajar, ia kembali ke rumah.

Sehabis zhuhur ia berangkat mengajar ke Slipi, tepatnya ke SDI Teladan. Ia mengajar di sini dalam kapasitasnya sebagai guru negeri, yang diangkat oleh Pemda DKI. Tahun 1975 ia telah diangkat menjadi PNS, yang terus dijalaninya hingga tahun 1992, saat mengajukan permohonan pensiun dini.
Di tahun-tahun awal pernikahannya, ia pun masih mengajar di Islamic Center, Kwitang, Jakarta Pusat, yang telah dijalaninya sejak tahun 1974. Yang mengajar di sini adalah para guru senior, di antaranya Syaikh Hadi Jawas dan Habib Syech Al-Musawa.

MENGEMBANGKAN MAJELIS

Di awal pernikahannya, Ustadz Umar juga mulai membuka majelis ta’lim hari Ahad di rumahnya. Murid-murid pengajiannya terus bertambah. Mulai hanya sekitar dua puluh atau tiga puluhan, terus meningkat, hingga sekarang mencapai ribuan orang. Barangkali pengajian kitabnya adalah pengajian kitab yang paling banyak jama’ahnya di Jakarta.

Ustadz Umar juga mengasuh santri-santri yang bermukim di tempatnya. Hanya saja, karena keterbatasan tempat, jumlah santri pun sengaja dibatasi, hanya 40 santri. Meski demikian, sejak awal, proses belajar-mengajar di Pesantren Al-Kifahi Ats-Tsaqafi ini dapat berjalan dengan stabil. Para santri merasa senang dengan apa yang mereka terima. Bukan hanya ilmu, tetapi juga perhatian dan kedekatan Ustadz Umar sekeluarga, terutama (almarhumah) Ummi Mus, yang membuat mereka merasa betah. Tercatat di antara yang pernah bermukim di sini adalah Habib Munzir Almusawa.

Keberhasilan Ustadz Umar mengelola majelis ta’lim dan pesantrennya memang tak terlepas dari sentuhan Ummi Mus. Ia benar-benar turun tangan mengurusi segalanya. Masalah makan santri, misalnya, diperhatikannya benar. Perhatian Ummi Mus kepada para santri bukan hanya dalam masalah makanan atau yang berkaitan dengan kegiatan belajar. Masalah-masalah pribadi pun tak luput dari perhatiannya. Beberapa santri yang kebetulan menikah di saat-saat mereka belajar atau setelah mengabdi di sini merasakan benar hal itu.   

Tahun 2004 Ustadz Umar harus menghadapi ujian yang cukup berat. Pada suatu hari di bulan Oktober menjelang puasa, ia mendengar kabar yang sangat mengejutkan: Ummi Mus menderita kanker melanoma, kanker yang sangat ganas, sehingga harus mendapatkan penangan segera. Maka sejak itu Ustadz Umar terus mendampingi Ummi Mus berobat ke sana-kemari, baik medis maupun alternatif.
Meskipun tak dapat menyembunyikan kesedihannya yang hingga kini masih tersisa, Ustadz Umar merasa bersyukur. Karena, sejak istrinya sakit tahun 2004 hingga saat-saat terakhir kehidupan istrinya, ia dapat terus mendampinginya serta menunjukkan kesetiaan dan cintanya.

Sejak Ummi Mus menderita sakit, Ustadz Umar sangat bersedih. Dari waktu ke waktu ketika penyakitnya bertambah parah, kesedihan itu semakin bertambah. Bahkan, sejak sekitar dua setengah bulan atau tiga bulan menjelang sang istri meninggal dunia, ia sering menangis ketika mengajar. Juga sering tertidur dalam majelis karena kurang tidur, sebab selalu mendampingi sang istri.

Ustadz Umar pernah berujar, “Inilah saatnya untuk benar-benar menyenangkannya serta menunjukkan kesetiaan dan cinta saya setelah sekian lama ia mengabdi kepada saya. Sekarang ia terbaring sakit, saya mesti menyenangkannya.”

Pada Jum’at malam Sabtu tanggal 26 September 2008, Ummi Mus memenuhi panggilan Allah Ta`ala, meninggalkan kenangan yang sangat indah di hati Ustadz Umar dan anak-anaknya yang tak mungkin terlupakan.
dikutip dari : http://majalah-alkisah.com

Selasa, 15 Maret 2011

RISALAH AL MUAWWANAH FASAL 19 & 20

FASAL 19 
Dan wajib bagi kamu memperbanyak amal kebajikan terutama pada bulan ramadhan karena pahala ibadah sunah pada bulan ini sebanding dengan pahala ibadah fardhu pada bulan lain. Dan sesunggunya pada bulan ramadhan sangat banyak dan mudah untuk dihasilkan amal kebajikan yang tidak dapat dicapai pada bulan-bulan lain. Dan tidak ada yang dapat menyamai keutamaan bulan ramadhan. Yang demikian ini karena nafsu yang malas melakukan kebajikan akan terpenjara disebabkan karena lapar dan haus, dan syaitan yang menghalangi amal baik telah terbelenggu. Dan pintu neraka tertutup, serta pintu surga terbuka. Dan Penyeru selalu memanggil pada setiap malam atas perintah Allah, “Wahai orang yang senang kebajikan kemarilah, dan wahai orang yang gemar akan kejahatan tinggalkanlah.” Dan selayaknya di bulan ramadhan ktidak memanfaatkan aktifitas melainkan untuk amal akhirat , dan tidak melakukan kegiatan duniawi kecuali karena keadaan dharurah. Dan jadikanlah kesibukanmu mencari kehidupan dunia di luar bulan ramadhan sebagai perantara untuk mendapatkan kelapangan beribadah di bulan ramadhan terutama pada sepuluh hari terakhir bulan ramadhan dengan memperbanyak iqbal (menghadap) kepada Allah dan menetapi ibadah kepada-Nya. Dan apabila memungkinkan bagimu untuk tidak keluar dari masjid pada sepuluh hari terakhir kecuali untuk keperluan yang tidak dapat ditinggalkan, maka lakukanlah.           Dan wajib bagi kamu untuk melaksanakan shalat tarawih pada setiap malam di bulan ramadhan. Dan telah menjadi kebiasaan pada sebagian negeri dengan meringkasnya bahkan sampai terjadi karena sebab yang demikian (meringkas dan mempercepat shalat) sehingga meninggalkan sebagian rukun shalat apalagi pada amalan sunahnya.           Dan telah diketahui bersama amaliyah para ulama salaf bahwa mereka membaca al-Qur’an mulai dari awal bulan ramadhan sampai akhir ketika shalat. Setiap malam mereka membacanya sehingga khatam pada beberapa hari pada akhir bulan. Jika memungkinkan bagimu untuk mengikuti jalan mereka (ulama salaf) maka lakukanlah. Dan apabila kamu tidak mampu, maka cukupkan dengan menyempurnakan rukun shalat dan menjaga diri untuk melaksanakannya, dan terlebih lagi pada malam lailatul qadar yang lebih utama dan lebih baik daripada 1000 bulan. Malam itu adalah malam barakah dimana pada saat itu diputusakkn segala urusan. Barang siapa yang dibukakan hatinya sehingga dapat mengalami, merasakan dan melihatnyanya, maka akan tampaklah baginya bahwa cahayanya sangatlah terang benderang dan pintu langit terbuka, dan para malaikat terbang naik dan turun dan terkadang dapat melihat bahwa yang wujud semuanya bersujud kepada Allah yang menciptakannya. Dan pendapat jumhur ulama mengatakan bahwa yang demikian ini terjadi pada 10 hari terakhir bulan ramadhan dan terutama pada malam ganjil.          Dan telah disingkapkan pada sebagian ‘aarifiin bahwa malam tersebut jatuh pada malam 17, demikian pendapat Imam Hasan Al Bashri RA. Dan berkata pula sebagian ulama, bahwa malam itu terjadi pada malam pertama bulan ramadhan. Dan menurut pendapat sebagian besar ulama bahwa malam tersebut tidaklah malam tertentu akan tetapi berganti-ganti pada malam bulan ramadhan. Mereka berpendapat dengan dirahasiakannya malam lailatul qadar dengan maksud agar orang mukmin akan bersungguh-sungguh menghadap kepada Allah Ta’ala dan ta’at kepada-Nya pada setiap malam dengan harapan akan berjumpa dengan malam yang penuh barakah ini.          Dan wajib bagi kamu segera berbuka apabila telah diyakini tenggelamnya matahari, dan mengakhirkan sahur selama tidak ragu – ragu. Dan hendaklah memberi makanan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa meskipun hanya dengan sebiji kurma atau seteguk air karena orang yang memberi makanan kepada orang untuk berbuka puasa pahalanya sama dengan orang yang berpuasa dan tidak dikurangi sedikitpun dari pahala orang yang berpuasa. Dan berusahalah agar berbuka atau memberi orang untuk berbuka melainkan dengan makanan yang halal.          Dan wajib bagi kamu menyedikitkan makan dan menikmati yang ada secara halal tanpa memilih-milih makanan yang lezat karena maksud puasa adalah melemahkan nafsu. Sedangkan makanan ayng enak dan lezat tidak dapat menghancurkan hawa nafsu akan tetapi malah membuatnya kuat.          Dan wajib bagi kamu  melakukan puasa pada hari-hari yang diterangkan dalam syari’at islam dengan merasa senang untuk melakukannya seperti hari ‘arafah bagi orang yang tidak pergi haji, dan hari ‘asyura dan tasu’a dan 7 hari pada bulan syawal dan dimulai setelah hari kedua dari hari ‘id karena sesungguhnya yang demikian ini sangat besar faedahnya untuk memerangi hawa nafsu.          Dan suatu kebaikan bagimu untuk berpuasa selama tiga hari pada setiap bulan, karena puasa seperti ini sama dengan puasa satu tahun. Dan dapat dipilih pula pada ayyamul baidh maka hal ini lebih utama dan lebih baik karena sesungguhnya RasuluLlah SAW tidak meninggalkannya baik ketika beliau bepergian maupun di rumah.          Dan bagimu melakukan puasa mutlak tidak terkecuali pada waktu yang utama seperti pada bulan haram dan hari-hari yang mulia yaitu hari senin dan kamis. Dan ketahuilah bahwa puasa adalah Quthbu Riyadhah dan asaasul mujaahadah (Dasar/pondasi) mujahadah. Dan sungguh telah datang penjelasan bahwa puasa adalah ½ dari sabar. Dan telah bersabda RasuluLlah SAW, “Setiap amal anak Adam akan dilipat gandakan kebaikannya sepuluh kali sampai 700 kali lipat . berfirman Allah Ta’ala,”Kecuali puasa, sesungguhnya ia/puasa adalah untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan memberinya pahala. Mereka meninggalkan syahwatnya dan makanannya dan minumannya karena Aku”.  Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan, pertama ketika berbuka dan kedua ketiak bertemu Tuhannya. Dan bau mulut orang yang berpuasa adalah lebih harum nilainya di hadapan Allah SWT daripada minyak misk.Dialah Allah yang berfirman dengan kebenaran dan Dia pulalah yang menunjukkan jalan yang lurus. 

FASAL 20
Dan wajib bagi untuk segera melaksanakan apa yang difardukan Allah Ta’ala kepadamu pada ibadah haji dan umrah apabila kamu mampu untuk melaksanakannya, dan jangan sampai kamu mengakhirkannya hingga kamu lemah/tidak mampu atau meninggal dunia sedangkan kamu belum melaksanakan, setelah kamu sebenarnya mampu untuk melakukannya. Maka kamu masih memiliki tanggungan karena kamu tidak melaksanakannya. Dan telah bersabda RasuluLlah SAW, “Barang siapa yang tidak terhalang oleh hajat yang jelas, atau terhalang karena sakit yang menahannya, atau karena disebabkan Sulthan yang jahat, kemudian ia mati dan belum melaksanakan ibadah haji, maka matilah ia dalam keadaan yahudi atau nasrani”. Dan harus juga kamu melaksanakan sunah-sunah dalam ibadah haji dan umrah sebagaimana ibadah yang lain untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Dan wajib bagi kamu apabila kamu telah berkehendak untuk melaksanakan hajji untuk mempelajari wajib haji dan sunah haji dan beberapa bacaan amaliahnya (dzikirnya), dan mempelajari beberapa rukhsah dalam perjalanan dan etika dalam bermusafir. Dan janganlah engkau bermaksud mencampurkan antara ibadah haji dengan niat berdagang akan tetapi sepatutnya tidak mengikuti engkau sesuatupun untuk kesenangan duniawi kecuali bekal sekedar mencukupi selama perjalanamu
Dan kalua tidak boleh tidak engkau harus membawa bekal, maka jauhilah dari sesuatu yang merepotkanmu atau membuatmu sibuk dari melaksanakan manasik haji dan melalaikanmu dari meng-agungkan syi’ar Allah sebagaimana yang seharusnya dilakukan oleh orang yang melaksanakan manasik haji.
Dan wajib bagi kamu berziarah ke makam RasuluLlah SAW karena menziarahi beliau ketika sudah wafat sama dengan menziarahi beliau ketika masih hidup, dan sesungguhnya beliau hidup di dalam kuburnya, demikian pula nabi-nabi yang lain. Dan termasuk kerugian jika engkau menziarahi BaituLlah dan meninggalkan berziarah kepada kekasih Allah tanpa uzur. Dan ketahuilah bahwa jika engkau datang dari pelosok negeri muslim yang sangat jauh untuk (untuk berziarah kepada RasuluLlah SAW), maka yang demikian ini belumlah memenuhi syukurmu atas ni’mat hidayah yang diberikan Allah Ta’ala kepadamu melalui tangan beliau SAW.
Dan wajib bagi kamu apabila hendak melakukan urusan yang sangat penting seperti shafar (musafir) atau menikah dan lain sebagainya, hendaklah engkau bermusyawarah dengan orang yang ahli dalam masalah tersebut diantara saudara-saudaramu. Maka apabila engkau telah sepakat dengan pendapat mereka, lakukanlah shalat dua rekaat diluar shalat fardhu dengan niat istikharah dan berdoalah sesudah shalat dengan do’a yang sudah masyhur. Sebagaimana telah bersabda RasuluLlah SAW yang artinya, “Tidak akan merugi orang yang beristikharah, dan tidak akan menyesal orang yang bermusyawarah”.
Dan wajib bagi kamu apabila kamu memiliki nadzar kepada Allah dengan nadzar melakukan shalat atau shadaqah atau amalan baik lainnya untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, maka bersegeralah melaksanakan nadzar tersebut dan jangan berlama-lama menunda pelaksanaannya karena setan akan menggelincirkanmu untuk tidak melaksanakan nadzar itu.
Kemudian apabila kamu bersumpah akan mengerjakan sesuatu amal perbuatan kemudian kamu melihat bahwa akan lebih baik jika kamu meninggalkannya, kemudian kamu melihat kembali bahwa lebih baik mengerjakannya, maka bayarlah kafarat atas sumpah itu dan laksanakan apa yang menurut kamu baik untuk dilakukan. Dan takutlah kamu mengadakan sumpah atau bersaksi atas dasar persangkaan meskipun itu juga berdasarkan kebiasaan yang terjadi apalagi hanya atas dasar sesuatu yang meragukan. Kemudian apabila kamu bersumpah yang menyebabkan pengambilan harta orang muslim, maka kembalikanlah harta yang telah kamu ambil dan berikan kafarat artas sumpahmu. Adapun kafaratnya adalah memberi makanan kepada 10 orang miskin, masing-masing satu mud , atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan budak. Apabila kamu tidak mendapati semua itu, maka berpuasalah tiga hari.
Dan takutlah kamu...takutlah kamu...sekali lagi takutlah kamu dengan sumpah palsu untuk kejahatan karena sesungguhnya hal demikian akan menjerumuskan orang yang melakukannya ke dalam neraka jahanam. Kemudian takutlah dengan sebenar-benar takut untuk bersaksi palsu karena itu termasuk dosa besar diantara beberapa dosa besar, dan sungguh RasuluLlah SAW telah menyamakan perbuatan itu dengan menyekutukan Allah (syirik) kepada Allah Ta’ala. Jika menyembunyikan persaksian itu termasuk dosa besar, maka bagaimana pendapatmu dengan orang yang bersaksi palsu. Kita memohon kepada Allah Ta’ala kesentosaan dan keselamatan sebelum kita mendapatkan penyesalan.

Sabtu, 12 Maret 2011

RISALAH AL MUAWWANAH FASAL 18

FASAL 18
Dan wajib bagi kamu jika kamu memiliki harta yang harus dibeikan zakat maka keluarkanlah zakat itu. Karena yang demikian ini akan memperbaiki hatimu, dengan maksud dalam mengeluarkan zakat teresebut adalah karena Allah,dan menyegerakan pengeluaran itu tanpa menunda pelaksanaannya. Jika kamu dapat melaksanakan hal ini maka akan tampak barakah dari hartamu dan akan berlipat ganda bagimu kebaikan dan jadilah hartamu terpelihara dari segala mara bahaya. Dan wajib bagi kamu mengumpulkan harta hingga sampai nisab kemudian mengeluarkan zakatnya dan jauhilah perilaku kebanyakan anak dunia karena diantara mereka ada yang tidak menyempurnakan hartanya (hingga nisab) sehingga mereka tidak mengeluarkan zakat. Dan janganlah kamu memakan hasil buah-buahan dan tanaman kamu yang telah mencapai nishab hingga engkau mengetahui dengan pasti jumlahnya (yang wajib engkau zakati). Dan ketahuilah sesungguhnya orang yang berkewajiban mengeluarkan zakat kemudian ia tidak memberikan kepada yang berhak padahal ia mengetahui, atau ia menggunakan harta itu untuk kesenangan hawa nafsu, seperti orang yang memberikannya kepada orang lain untuk mendapatkan keuntungan yang segera, maka tiada sekali-kali ia keluar dari dunia (meninggal) melainkan ia akan disiksa dengan hartanya itu. Dan sesungguhnya adzab akhirat itu lebih besar seandainya mereka mengetahui. Jika yang demikian ini keadaan orang yang mengeluarkan zakat tidak pada tempatnya, maka bagaimana pula keadaan orang yang yang tidak mau mengeluarkan zakat, mereka itulah orang-orang yang telah membeli kesesatan dengan petunjuk , maka tiadalah keuntungan bagi perniagaan mereka dan tiadalah mereka mendaparkan petunjuk. Dan telah berulang kali datang penjelasan bahwa orang yang tidak mengeluarkan zakat, keadaannya sama seperti orang yang meninggalkan shalat dalam hal keburukannya. Dan telah berkata Abu Bakar, mengenai orang yang meninggalkan zakat, beliau menamainya dengan ahlul riddah (orang yang murtad) na’udzubiLlah min dzalik.
Dan wjib bagi kamu mengeluarkan zakat fitri untuk dirimu dan untuk orang-orang yang menjadi tanggunganmu dalam hal nafakah, dan yang demikian ini jika kamu mampu.
Dan wajib bagi kamu memperbanyak sedekah, dan bersedekahlah pula kepada saudara / kerabat yang membutuhkan, dan kepada ahlul khair yang kekurangan harta karena sedekah yang demikian ini dapat membersihkan dirimu dan banyak pahalanya jika diserahkan kepada mereka.
Dan wajib bagi kamu bersedekah dengan sesuatu yang engkau cintai dan yang engkau rasa berat mengeluarkannya agar kamu mendapat kebaikan dari Allah Ta’ala. Telah berkata Allah Ta’ala, “Tidak akan mendapat kebaikan sehingga engkau mau menginfakkan harta yang kamu cintai “. Dan terlebih lagi (bersedekah dengan sesuatu yang) engkau sendiri membutuhkannya. Jika kamu dapat melaksanakan hal ini maka kamu akan termasuk orang-orang yang beruntung. Dan terlebih lagi bersedekah secara tersembunyi (tidak diketahui orang lain) karena sadaqatul asrar dapat meredam amarah Tuhan dan berlipat ganda 70 kali lipat daripada sadaqah secara terang-terangan, dan selamat dari godaan riya’ yang merusakkan amal .
Dan jangan lewatkan untuk bersedekah setiap hari dengan sesuatu meskipun sedikit. Dan jangan engkau sia-sia para peminta-minta yang berdiri di depan pintu rumahmu meskipun engkau hanya mampu memberikan sebiji kurma apa lagi yang lebih besar dari itu (kurma). Karena sesungguhnya ia (peminta-minta) adalah hadiyah/pemberian Allah Ta’ala untukmu. Jika engkau tidak memiliki sesuatu yang engkau berikan maka tolaklah ia denga cara yang baik dengan tutur kata yang halus dan janji yang bagus.
Dan jika engkau memberi sesuatu kepada orang miskin maka perlihatkanlah perasaan senang kepadanya dan tumbuhkan kesadaran pada dirimu bahwa itu semua itu adalah suatu keselamatan bagimu dengan diterimanya pemberianmu. Dengan demikian kamu akan berhasil mendapatkan pahala. Bahkan jika engkau memiliki dunia dan seisinya niscaya lebih besar dan lebih utama pahala ini. Dan telah datang penjelasan bahwa terkadang satu suap pahalanya dihadapan Allah Ta’ala lebih besar daripada gunung uhud.
Dan janganlah engkau enggan (tidak mau) berzakat karena takut jatuh miskin karena sesungguhnya zakat itulah yang akan menarik berkah kepada kekayaan . dan sesungguhnya orang yang meninggalkan zakat itulah sesungguhnya mereka menarik dirinya kepada kefakiran.
Dan ketahuilah sesungguhnya pada sedekah terdapat beberapa manfaat baik yang segera maupun untuk kemudian. Adapun manfaat yang dekat adalah dapat menambah rizki dan umur dan mencegah mati dalam keadaan buruk dan menyehatkan badan dan harta menjadi barakah. Dan manfaat jangka panjang adalah dapat melebur dosa/kesalahan sebagaimana air dapat memadamkan api, dan kelak dapat menjadi payung di atas kepalanya (tempat berteduh) di hari kiyamat dan menjadi tirai penghalang dari siksa neraka dan lain-lain manfaat. Dan tidak dapat mengambil pelajaran akan hal ini kecuali orang-orang yang cerdas dan beruntung.

Rabu, 09 Maret 2011

RISALAH AL MUAWWANAH FASAL 17

FASAL 17
Dan wajib bagimu apabila engkau melakukan shalat di belakang imam, untuk memperbaiki dan memperbagus mutaba’ah (mengikuti) imam. Karena sesungguhnya dijadikan imam adalah untuk dita’ati dan diikuti. Dan takutlah engkau dengan mengiringinya dalam segala sesuatu perbuatan imam apalagi mendahuluinya. Dan seharusnya engkau menjadikan semua perbuatan di dalam shalat selalu mengikuti imam. Sesungguhnya telah bersabda RasuluLlah SAW bahwa orang yang menunduk maupun mengangkat dirinya sebelum imam sesungguhnya ubun-ubun / kepala orang tersebut berada di tangan setan. Dan wajib bagi kamu untuk bersegera menempati shaf awal dan takutlah engkau mengakhirkannya sedangkan engkau mampu melakukannya. Dan telah bersabda RasuluLlah SAW, “Tiada henti-henti suatu kaum mengakhirkan (dari shaf awwal) hingga Allah mengakhirkannya” (dari keutamaan dan rahmat) nya.
Telah bersabda RasuluLlah SAW “Sesungguhnya Allah Ta’ala bershalawat / memberikan rahmatnya kepada shaf y yang paling depan”. Dan sesungguhnya RasuluLlah SAW memintakan ampun bagi shaw awwal sebanyak tiga kali dan shaf ke dua satu kali. Dan bagimu memperhatikan shaf dan meluruskannya . dan apabila engkau menjadi imam maka memerintahkan meluruskan shaf adalah sesuatu yang diharuskan dan ini adalah perkara yang penting di dalam syari’at islam akan tetapi kebanyakan menusia lalai darinya. Dan sungguh RasuluLlah SAW bersungguh-sungguh dalam hal ini mengaplikasikannya seraya bersabda, “Hendaklah engkau sekalian meluruskan shafmu, atau semoga Allah mempersatukan di antara hatimu” dan beliau memerintahkan untuk menutup shaf yang berlubang dan beliau berkata, “Demi Dzat yang diriku berada di tanganNya sesungguhnya aku melihat setan masuk di sela-sela shaf seakan-akan ia seperti Al-Khadzf (seekor kambing kecil.”
Dan wajib bagimu untuk menjaga shalat lima waktu dengan berjama’ah dan terus menerus demikian karena sesungguhnya shalat jama’ah lebih utama daripada shalat sendirian dengan 27 derajad sebagaimana diterangkan dalam hadist shahih. Dan takutlah engkau meninggalkan shalat berjama’ah tanpa udzur  atau dengan alasan yang tidak baik / merusak. Dan ketika engkau mendatangi tempat jama’ah  sedangkan engkau telah mendapati dirimu dalam keadaan telah melakukan shalat di dalam rumahmu atau engkau duduk di dalam rumahmu untuk berdzikir demi keselamatan agamamu maka sebaiknya engkaupun mengikuti orang yang melakukan shalat jama’ah agar engkau mendapatkan pahala berjama’ah dan engkau selamat dari ancaman bagi orang yang meninggalkannya. Seperti sabda RasuluLlah SAW bolehlah memilih suatu kaum antara mencegah kaum dari shalat jama’ah atau dibakar rumah mereka. Dan sebagaimana pula sabda RasuluLlah SAW, “Barang siapa yang mendengar seruan adzan dan tidak menjawab (dengan shalat berjama’ah) maka tiadalah shalat baginya”. Dan perkataan sahabat Ibnu Abbas RA, “Sungguh engkau telah melihat kami dan apa yang tertinggal dibelakang (yakni tertinggal dalam shalat berjama’ah) melainkan mereka itu munafik .
Dan telah berlaku pada zaman RasuluLlah SAW tentang perbedaan antara dua orang yang mendapatkan hidayah yaitu dengan bagaimana sikapnya dalam berdiri di shaf ketika berjama’ah. Dan manakala hal ini sangat penting dalam masalah meninggalkan shalat berjama’ah, maka bagaimana pula keadaan orang yang meninggalkan shalat Jum’ah di mana shalat ini merupakan shalat fardhu. Dan telah bersabda RasuluLlah SAW , “Barang siapa yang meninggalkan 3 kali shalat jum’ah karena meremehkannya, maka Allah akan menutup hatinya .
Apabila engkau memiliki udzur  sehingga meninggalkan jum’ah atau jama’ah maka bandingkanlah seandainya di tempat engkau tinggal terdapat orang yang membagi-bagikan uang kepada orang yang hadir kemudian engkau memutuskan untuk mendatangi dan berkeinginan mendapatkan bagian sehingga meninggalkan jama’ah atau jum’ah , maka udzur mu yang demikian ini adalah udzur yang tidak benar. Dan merasa malulah kepada Allah SWT apabila hasratmu kepada dunia lebih besar dari pada apa yang ada di sisi Allah. dan ketahuilah bahwa sesungguhnya udzur yang benar adalah apabila kesempatan untuk berjama’ah memang benar-benar  telah hilang setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh. Adapun pahala, maka tidak akan dihasilkan kecuali dengan melaksanakannya. Benar, bahwa pahala dapat dihasilkan bagi orang yang udzur dilihat dari beberapa segi, seperti orang yang udzur shalat berjama’ah karena menghalau musuh dll.  Atau ia tidak memiliki udzur untuk hadlir dalam shalat jama’ah akan tetapi ia berkepentingan untuk orang islam lain yang mengalami penderitaan yang berat seperti orang yang menolong kaum muslimin yang kelaparan atau menderita sakit keras dll, maka orang yang demikian akan mendapatkan pahala berjama’ah.
Kemudian, sesungguhnya orang mukmin yang sempurna tidak menghendaki akan meninggalkan sesuatu yang dapat mendekatkan dirinya kepada allah SWT. Meskipun dalam meninggalkannya ia memiliki 1000 udzur bahkan seandainya ia mengetahui bahwa meninggalkannya lebih di sukai Allah dari pada mengerjakannya . dari itulah orang yang AhliLlah menyandang gelar kesempurnaan atas kesanggupannya dalam mengerjakan segala sesuatu untuk mendekatkan diri kepada Allah dimana gunung-gunung tidak mampu memikulnya.
Adapun orang yang lemah imannya dan sesikit keyakinannya dan berkurang ma’rifatnya kepada Allah, maka tiadalah sebab yang membuat mereka meninggalkan fardhu dari Allah. akan tetapi bagi orang yang mengerjakannya pastilah baginya beberapa derajat dan mereka tidak akan dianiaya.
Dan wajib bagi kamu membebani orang-orang yang berada di bawah kekuasaanmu seperti anak-anak, dan isteri, dan hamba sahaya untuk melakukan shalat. Apabila ada penolakan dari salah satu diantara mereka , maka wajib bagimu memberi nasihat kepada  mereka dan menakuti mereka. Apabila mereka bertambah penolakannya dalam meninggalkan shalat maka wajib bagimu untuk memukulnya. Apabila mereka masih tidak mahu menolak, maka wajib bagi kamu memutuskan hubungan dengannya karena sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat adalah setan yang jauh dari rahmat Allah dan menghadapkan pada murkaNya dan laknatnya yang dilarang berhubungan dengannya dan diwajibkan memeranginya bagi setiap orang islam. Bagaimana tidak, sungguh telah bersabda RasuluLlah SAW, “Perjanjian antara kami dengan mereaka adalah shalat. Barang siapa yang meninggalkannya sungguh telah menyekutukan Allah. dan telah bersabda RasuluLlah SAW, “Tidak ada agama bagi orang yang tidak melakukan shalat. Dan perumpamaan shalat di dalam agama seperti perumaan kepala pada badan”.
Dan wajib bagi kamu meluangkan waktu dari segala kesibukan duniawi pada hari jum’ah dan jadikanlah hari yang mulia ini murni untuk kegiatan akhiratmu. Maka janganlah engkau memiliki kesibukan pada hari ini melainkan hanya sesuatu amal kebaikan dan hanya menghadap kehadirat Ilahi dan memperbagus muraqabah (mengintip) akan sa’at Ijabah yaitu satu saat pada hari jum’ah dimana tiada berjumpa dengannya seorang muslim dan ia meminta kebaikan kepada Allah atau memohon perlindungan kepadaNya melainkan di ijabah /dikabulkan baginya.
Dan wajib bagimu sibuk dengan bukuur (amal kabaikan/dzikir/shalawat dll) hingga waktu shalat jum’ah dan mendekati mimbar dan diam ketika khutbah dibacakan dan jangan sibukkan diri (ketika khutbah) dengan berdzikir atau tafakur terlebih bertafakur tentang sesuatu gurauan, demikian pula takutlah pada saat demikian terhadap hadiitsunnafsi dan sadarilah bahwa engkaulah yang dimaksud pada setiap apa yang engkau dengarkan dari beberapa nasihat dan wasiyat. Dan bacalah ketika selesai mengucapkan salam sedangkan engkau belum mengucapkan sepatah katapun bacaan fatihah, Al-Ikhlash, Mu’awwidzatain masing-masing 7 kali dan bacalah juga setelah selesai shalat (SubhanaLlahil ‘Adziim wabihamdih 100 X) maka di dalam hadits telah diterangkan akan fadhilah semua ini ..wabiLlahi Taufik