ASSALAMUALAIKUM WAROHMATULLOH ...
AHLAN WA SAHLAN WA MARHABAN ....

Join The Community

Subscribe via Email

Selasa, 06 September 2011

TABARRUK ( mengambil keberkahan dari orang sholeh )

Banyak orang yang keliru memahami makna hakikat tabarruk dengan Nabi Muhammad saw, peninggalan-peninggalannya saw, dan para pewarisnya yakni para ulama, para kyai dan para wali dan shalihin. Karena hakekat yang belum mereka pahami, mereka berani menilai kafir (sesat) atau musyrik terhadap mereka yang bertabarruk pada Nabi saw atau ulama.
Mengenai azimat (Ruqyyat) dengan huruf arab merupakan hal yang diperbolehkan, selama itu tidak menduakan Allah swt. Sebagaimana dijelaskan bahwa azimat dengantulisan ayat atau doa disebutkan pada kitab Faidhulqadir Juz 3 hal 192, dan Tafsir Imam Qurtubi Juz 10 hal.316/317, dan masih banyak lagi penjelasan para Muhadditsin mengenai diperbolehkannya hal tersebut, karena itu semata mata adalah bertabarruk (mengambil berkah) dari ayat ayat Alqur’an.
Mengenai benda-benda keramat, maka ini perlu penjelasan yang sejelas jelasnya, bahwa benda benda keramat itu tak bisa membawa manfaat atau mudharrat, namun mungkin saja digunakan Tabarrukan (mengambil berkah) dari pemiliknya dahulu, misalnya ia seorang yang shalih, maka sebagaimana diriwayatkan :
Para sahabat seakan akan hampir saling berkelahi saat berdesakan berebutan air bekas wudhunya Rasulullah saw (Shahih Bukhari Hadits no. 186),
 Allah swt menjelaskan bahwa ketika Ya’qub as dalam keadaan buta, lalu dilemparkanlah ke wajahnya pakaian Yusuf as, maka iapun melihat, sebagaimana Allah menceritakannya dalam firman Nya SWT :
“(Berkata Yusuf as pada kakak kakaknya) pergilah kalian dengan bajuku ini lalu lemparkan kewajah ayahku, maka ia akan sembuh dari butanya” (QS Yusuf 93),
dan pula ayat :
“maka ketika datang padanya kabar gembira itu, dan dilemparkan pada wajahnya (pakaian Yusuf as) maka ia (Ya’qub as) sembuh dari kebutaannya (QS Yusuf 96).
Ini merupakan dalil Alqur’an, bahwa benda/pakaian orang orang shalih dapat menjadi perantara kesembuhan dengan izin Allah tentunya, kita bertanya mengapa Allah sebutkan ayat sedemikian jelasnya?, apa perlunya menyebutkan sorban yusuf dengan ucapannya : “pergilah kalian dengan bajuku ini lalu lemparkan kewajah ayahku, maka ia akan sembuh dari butanya” . Untuk apa disebutkan masalah baju yang dilemparkan kewajah ayahnya?, agar kita memahami bahwa Allah SWT memuliakan benda benda yang pernah bersentuhan dengan tubuh hamba hamba Nya yang shalih. kita akan lihat dalil dalil lainnya.
 Setelah Rasul saw wafat maka Asma binti Abubakar shiddiq ra menjadikan baju beliau saw sebagai pengobatan, bila ada yang sakit maka ia mencelupkan baju Rasul saw itu di air lalu air itu diminumkan pada yang sakit (shahih Muslim hadits no.2069)
Rasul saw sendiri menjadikan air liur orang mukmin sebagai berkah untuk pengobatan, sebagaimana sabda beliau : “Dengan Nama Allah atas tanah bumi kami, demi air liur sebagian dari kami, sembuhlah yang sakit pada kami, dengan izin tuhan kami” (shahih Bukhari hadits no.5413),
 ucapan beliau saw : “demi air liur sebagian dari kami” menunjukkan bahwa air liur orang mukmin dapat menyembuhkan penyakit, dengan izin Allah swt tentunya, sebagaimana dokter pun dapat menyembuhkan, namun dengan izin Allah pula tentunya, hadits ini menjelaskan bahwa rasul saw bertabarruk dengan air liur mukminin bahkan tanah bumi, menunjukkan bahwa pada hakikatnya seluruh alam ini membawa keberkahan dari Allah swt.”
 Seorang sahabat meminta Rasul saw shalat dirumahnya agar kemudian ia akan menjadikan bekas tempat shalat beliau saw itu mushollah dirumahnya, maka Rasul saw datang kerumah orang itu dan bertanya : “dimana tempat yang kau inginkan aku shalat?”. Demikian para sahabat bertabarruk dengan bekas tempat shalatnya Rasul saw hingga dijadikan musholla (Shahih Bukhari hadits no.1130)
Nabi Musa as ketika akan wafat ia meminta didekatkan ke wilayah suci di palestina, menunjukkan bahwa Musa as ingin dimakamkan dengan mengambil berkah pada tempat suci (shahih Bukhari hadits no.1274).
Allah memuji Nabi saw dan Umar bin Khattab ra yang menjadikan Maqam Ibrahim as (bukan makamnya, tetapi tempat ibrahim as berdiri dan berdoa di depan ka’bah yang dinamakan Maqam Ibrahim as) sebagai tempat shalat (musholla), sebagaimana firman Nya : “Dan jadikanlah tempat berdoanya Ibrahim sebagai tempat shalat” (QS Al Imran 97), maka jelaslah bahwa Allah swt memuliakan tempat hamba hamba Nya berdoa, bahkan Rasul saw pun bertabarruk dengan tempat berdoanya Ibrahim as, dan Allah memuji perbuatan itu.
Diriwayatkan ketika Rasul saw barusaja mendapat hadiah selendang pakaian bagus dari seorang wanita tua, lalu datang pula orang lain yang segera memintanya selagi pakaian itu dipakai oleh Rasul saw, maka riuhlah para sahabat lainnya menegur si peminta, maka sahabat itu berkata : “aku memintanya karena mengharapkan keberkahannya ketika dipakai oleh Nabi saw dan kuinginkan untuk kafanku nanti” (Shahih Bukhari hadits no.5689), demikian cintanya para sahabat pada Nabinya saw, sampai kain kafanpun mereka ingin yang bekas sentuhan tubuh Nabi Muhammad saw.
Sayyidina Umar bin Khattab ra ketika ia telah dihadapan sakratulmaut, Yaitu sebuah serangan pedang yang merobek perutnya dengan luka yang sangat lebar, beliau tersungkur roboh dan mulai tersengal sengal beliau berkata kepada putranya (Abdullah bin Umar ra), “Pergilah pada ummulmukminin, katakan padanya aku berkirim salam hormat padanya, dan kalau diperbolehkan aku ingin dimakamkan disebelah Makam Rasul saw dan Abubakar ra”, maka ketika Ummulmukminin telah mengizinkannya maka berkatalah Umar ra : “Tidak ada yang lebih kupentingkan daripada mendapat tempat di pembaringan itu” (dimakamkan disamping makam Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits no.1328).
Dihadapan Umar bin Khattab ra Kuburan Nabi saw mempunyai arti yang sangat Agung, hingga kuburannya pun ingin disebelah kuburan Nabi saw, bahkan ia berkata : “Tidak ada yang lebih kupentingkan daripada mendapat tempat di pembaringan itu”
Demikian pula Abubakar shiddiq ra, yang saat Rasul saw wafat maka ia membuka kain penutup wajah Nabi saw lalu memeluknya dengan derai tangis seraya menciumi tubuh beliau saw dan berkata : “Demi ayahku, dan engkau dan ibuku wahai Rasulullah.., Tiada akan Allah jadikan dua kematian atasmu, maka kematian yang telah dituliskan Allah untukmu kini telah kau lewati”. (Shahih Bukhari hadits no.1184, 4187).
Salim bin Abdullah ra melakukan shalat sunnah di pinggir sebuah jalan, maka ketika ditanya ia berkata bahwa ayahku shalat sunnah ditempat ini, dan berkata ayahku bahwa Rasulullah saw shalat di tempat ini, dan dikatakan bahwa Ibn Umar ra pun melakukannya. (Shahih Bukhari hadits no.469). Demikianlah keadaan para sahabat Rasul saw, bagi mereka tempat-tempat yang pernah disentuh oleh Tubuh Muhammad saw tetap mulia walau telah diinjak ribuan kaki, mereka mencari keberkahan dengan shalat pula ditempat itu, demikian pengagungan mereka terhadap sang Nabi saw.
Dalam riwayat lainnnya dikatakan kepada Abu Muslim, wahai Abu Muslim, kulihat engkau selalu memaksakan shalat ditempat itu?, maka Abu Muslim ra berkata : Kulihat Rasul saw shalat ditempat ini” (Shahih Bukhari hadits no.480).
Sebagaimana riwayat Sa’ib ra, : “aku diajak oleh bibiku kepada Rasul saw, seraya berkata : Wahai Rasulullah.., keponakanku sakit.., maka Rasul saw mengusap kepalaku dan mendoakan keberkahan padaku, lalu beliau berwudhu, lalu aku meminum air dari bekas wudhu beliau saw, lalu aku berdiri dibelakang beliau dan kulihat Tanda Kenabian beliau saw” (Shahih Muslim hadits no.2345).
Riwayat lain ketika dikatakan pada Ubaidah ra bahwa kami memiliki rambut Rasul saw, maka ia berkata: “Kalau aku memiliki sehelai rambut beliau saw, maka itu lebih berharga bagiku dari dunia dan segala isinya” (Shahih Bukhari hadits no.168).
demikianlah mulianya sehelai rambut Nabi saw dimata sahabat, lebih agung dari dunia dan segala isinya.
Diriwayatkan oleh Abi Jahiifah dari ayahnya, bahwa para sahabat berebutan air bekas wudhu Rasul saw dan mengusap2kannya ke wajah dan kedua tangan mereka, dan mereka yang tak mendapatkannya maka mereka mengusap dari basahan tubuh sahabat lainnya yang sudah terkena bekas air wudhu Rasul saw lalu mengusapkan ke wajah dan tangan mereka” (Shahih Bukhari hadits no.369, demikian juga pada Shahih Bukhari hadits no.5521, dan pada Shahih Muslim hadits no.503 dengan riwayat yang banyak).
Diriwayatkan ketika Anas bin malik ra dalam detik detik sakratulmaut ia yang memang telah menyimpan sebuah botol berisi keringat Rasul saw dan beberapa helai rambut Rasul saw, maka ketika ia hampir wafat ia berwasiat agar botol itu disertakan bersamanya dalam kafan dan hanut nya (shahih Bukhari hadits no.5925)
Tampaknya kalau mereka ini hidup di zaman sekarang, tentulah para sahabat ini sudah dikatakan musyrik, tentu Abubakar sudah dikatakan musyrik karena menangisi dan memeluk tubuh Rasul saw dan berbicara pada jenazah beliau saw.Tentunya umar bin khattab sudah dikatakan musyrik karena disakratul maut bukan ingat Allah malah ingat kuburan Nabi saw. Tentunya para sahabat sudah dikatakan musyrik dan halal darahnya, karena mengkultuskan Nabi Muhammad saw dan menganggapnya tuhan sembahan hingga berebutan air bekas wudhunya, mirip dengan kaum nasrani yang berebutan air pastor. Nah.. kita boleh menimbang diri kita, apakah kita sejalan dengan sahabat atau kita sejalan dengan generasi sempalan.
Wahai saudaraku, jangan alergi dengan kalimat syirik, syirik itu adalah bagi orang yang berkeyakinan ada Tuhan Lain selain Allah, atau ada yang lebih kuat dari Allah, atau meyakini ada tuhan yang sama dengan Allah swt. Inilah makna syirik.
Sebagimana sabda Nabi saw : “Kebekahan adalah pada orang orang tua dan ulama kalian” (Shahih Ibn Hibban hadits no.559)
Dikatakan oleh Al hafidh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy menanggapi hadits yang diriwayatkan dalam shahih muslim bahw Rasul saw membaca mu’awwidzatain lalu meniupkannya ke kedua telapak tangannya, lalu mengusapkannya ke sekujur tubuh yang dapat disentuhnya, hal itu adalah tabarruk dengan nafas dan air liur yang telah dilewati bacaan Alqur’an, sebagaimana tulisan dzikir dzikir yang ditulis dibejana (untuk obat). (Al Jami’usshaghiir Imam Assuyuthiy Juz 1 hal 84 hadits no.104)
Telah dibuktikan pula secara ilmiah oleh salah seorang Profesor Jepang, bahwa air itu berubah wujud bentuknya dengan hanya diucapkan padanya kalimat kalimat tertentu, bila ucapan itu berupa cinta, terimakasih dan ucapan ucapan indah lainnya maka air itu berubah wujudnya menjadi semakin indah, bila diperdengarkan ucapan cacian dan buruk maka air itu berubah menjadi buruk wujud bentuknya, dan bila dituliskan padanya tulisan mulia dan indah seperti terimakasih, syair cinta dan tulisan indah lainnya maka ia menjadi semakin indah wujudnya, bila dituliskan padanya ucapan caci maki dan ucapan buruk lainnya maka ia berubah buruk wujudnya, kesimpulannya bahwa air itu berubah dengan perubahan emosi orang yang didekatnya, apakah berupa tulisan dan perkataan.
Keajaiban alamiah yang baru diketahui masa kini, sedangkan Rasul saw dan para sahabat telah memahaminya, mereka bertabarruk dengan air yang menyentuh tubuh Rasul saw, mereka bertabarruk dengan air doa yang didoakan oleh Rasul saw, maka hanya mereka mereka kaum muslimin yang rendah pemahamannya dalam syariah inilah yang masih terus menentangnya padahal telah dibuktikan secara dalil shahih dan pula pembuktian ilmiah, menunjukkan pemahaman mereka itulah yang jumud dan terbelakang.
Walillahittaufiq
Sumber : pondokhabib.wordpress.com

Iyyaka Na’budu (Hanya Kepada-Mu Kami Menyembah)

Kisah ini diceritakan oleh Syaikh Akbar Ibnu Arabi dalam kitabnya Al Futuhat Al Makkiyah. Berikut petikannya:
Seorang guru bercerita bahwa ia memiliki seorang murid kecil yang terbiasa membaca Al Quran kepadanya. Suatu hari, ia melihat wajah muridnya sayu. Ia pun bertanya tentang kondisi murid itu kepada teman-temannya. Ada yang menjawab bahwa anak itu telah shalat malam dengan mengkhatamkan seluruh Al Quran.
Ia lalu bertanya kepadanya, “Wahai anakku, saya diberitahu bahwa kamu semalam mengkhatamkan seluruh Al Quran dalam shalatmu.”
“Benar, guru.” jawab murid itu.
“Wahai anakku, nanti malam, bayangkanlah wajahku di depanmu sewaktu kamu shalat lalu bacalah Al Quran di hadapanku dan jangan kamu lalai.”
“Ya, guru.”
Ketika pagi hari, ia bertanya, “Apakah kamu sudah melakukan apa yang aku pesankan?”
“Sudah, guru.”
“Apakah kamu mengkhatamkan Al Quran?”
“Tidak, aku tak mampu menyelesaikan lebih dari separo Al Quran.”
“Wahai anakku, itu cukup baik. Nanti malam, hadirkanlah bayangan wajah salah seorang sahabat Rasulullah, mereka adalah orang-orang yang telah mendengarkan Al Quran langsung dari Rasulullah, lalu bacalah di depannya dan hati-hati jangan sampai salah.”
“Insyaallah, guru. Saya akan lakukan.” jawab sang murid.
Keesokan harinya, ia bertanya lagi, “Apakah kamu sudah melakukan apa yang aku pesankan?”
Murid itu menjawab, “Saya tak mampu membaca lebih dari seperempat Al Quran.”
“Baiklah, nanti malam kamu bayangkan wajah Rasulullah yang telah menerima wahyu Al Quran itu dan sadarlah di depan siapa kamu sedang membaca.”
“Baik, guru.”
Keesokan harinya, ketika guru bertanya, murid itu menjawab,
“Aku tak mampu membaca lebih dari satu juz saja atau sekitar itu.”
“Wahai anakku, nanti malam kamu bayangkan wajah Jibril yang telah mendiktekan Al Quran kepada Rasulullah, bacalah di depannya dan sadarlah di depan siapa kamu sedang membaca.”
“Baik, guru.”
Keesokan harinya, ketika ia bertanya, murid itu menjawab,
“Saya tidak mampu membaca lebih dari beberapa ayat saja.” sambil menyebutkan ayat-ayat Al Quran yang ia baca.
“Wahai anakku, malam nanti bertaubatlah kepada Allah dan menunduklah. Ketahuilah bahwa orang yang sedang shalat itu adalah orang yang sedang berduaan dengan tuhannya. Renungkanlah apa yang kamu baca. Yang terpenting bukanlah memperbanyak bacaan, tapi tadabbur (menghayati) ayat-ayat yang kamu baca. Maka, jangan sampai kamu lalai.”
Keesokan harinya, sang guru tidak menemui murid itu. Ada yang mengatakan bahwa ia sedang sakit. Lalu ia menjenguknya.
Ketika melihat wajah gurunya, murid itu menangis sambil berkata,
“Wahai guru, semoga Allah membalas anda dengan kebaikan. Aku belum pernah menyadari bahwa aku telah berbohong kecuali semalam tadi. Semalam aku telah membayangkan wajah Allah dalam shalatku, lalu aku pun merasa berat ketika membaca Al Quran di depan-Nya, aku tidak bisa menyelesaikan surat Al Fatihah kecuali hanya sampai Maliki Yaumiddin saja. Ketika aku hendak membaca Iyyaka na’budu, aku malu. Aku merasa telah berdusta di hadapan Allah. Aku mengaku hanya menyembah-Nya saja, tapi kenyataannya aku masih lalai dalam menyembah-Nya. Aku tidak bisa ruku’ sampai terbit fajar. Aku takut menghadap Allah dalam keadaan yang tidak aku sukai ini.”
Tiga hari kemudian, murid tersebut meninggal dunia. Ketika dimakamkan, sang ustadz mengunjungi kuburannya lalu bertanya tentang keadaannya di sana. Tiba-tiba ia mendengar suara pemuda itu dari bawah kuburan, “Wahai Ustadz, saya hidup di sisi Sang Maha Hidup. Dia tidak menghisabku sedikit pun.”
Kemudian ustadz itu pulang ke rumahnya dalam keadaan sakit, ia terbaring di atas ranjang akibat melihat kejadian itu. Tak lama kemudian, ia pun meninggal dunia menyusul pemuda tersebut.
Syaikh Ibnu Arabi berkata, “Barangsiapa membaca iyyaka na’budu seperti bacaan pemuda itu, ia telah benar-benar membacanya.”


http://blog.its.ac.id/syafii/2011/06/30/iyyaka-nabudu-hanya-kepada-mu-kami-menyembah-kisah-ini-diceritakan-oleh-syaikh-akbar-ibnu-arabi/

SEBELAS RAHASIA MEMBACA BASMALAH OLEH HABIB ALI AKBAR BIN AQIL

Di sela menunggu datangnya kumandang azan magrib kemarin, saya membaca buku yang ditulis oleh Syaikh Nawawi Al-Bantani, Syarh Marâqil Ubûdiyyah. Kitab ini adalah penjelasan kitab Bidayatul Hidayah-nya Imam Ghazali.
Seperti kebiasaan para ulama salaf dalam menulis buku selalu mengetengahkan dan meletakkan basmalah بسم الله الرحمن الرحيم , Imam Ghazali juga mengawali dengan kalimat tersebut. Syaikh Nawawi sebagai penjelas kitab beliau, turut mengulas dengan indah dan penuh pelajaran untuk kita.
Menurut Syaikh Nawawi, kalimat Basmalah merupakan kesatuan dari empat kata yang berdiri secara berjajar: بسم, الله, الرحمن, الرحيم. Hal ini sebagai isyarat adanya pertolongan Allah kepada para hamba-Nya yang beriman dari gangguan setan. Sebagaimana firman-Nya:
ثُمَّ لَآَتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“Kemudian Saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan, dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (Qs. Al-A`raf: 17)
Berdasar ayat di atas, menurut Syaikh Nawawi, dengan membaca Basmalah Allah akan memberikan perlindungan dan pengayoman dari segala mara bahaya dan rasa was-was. Di samping itu, sebagai petunjuk bahwa kemaksiatan seseorang berporos pada empat hal: kemaksiatan yang dilakkan secara sembunyi-sembunyi, terang-terangan, di waktu pagi, dan di waktu siang. Dengan membaca Basmalah, dosa aneka kemaksiatan terhapus dan pupus berkat membaca Basmalah.
Lebih lanjut, Syaikh Nawawi memberi arti di balik tiap huruf yang menempel pada kalimat Basmalah ini.
Pertama, Ba` : Barâ-atullah. Artinya jaminan keselamatan kepada orang-orang yang berbahagia dengan iman dalam dadanya. Dalam makna yang lebih dalam, orang beriman tidak boleh alpa dari membaca Basmalah dalam keadaaa apapun, selama perbuatan itu berada dalam kebaikan.
Kedua, Sîn : Satrullah. artinya perlindungan Allah. Makna ini memberi penjelasan bahwa orang mukmin tidak pernah melewatkan tiap langkahnya dengan membaca Basmalah yang dengannya, kala ia bertemu orang yang melawan Allah, ia berlindung dari kebodohannya.
Ketiga, Mîm : mahabbattuhu. Artinya rasa cinta Allah kepada seorang Muslim yang membaca Baslamah.  Seseorang yang ingin memperoleh cinta Allah, tentulah bibirnya tidak kering dari Basmalah.
Keempat, Alif : ulfatuhu. Artinya keramahan Allah. Allah itu Maharamah, Mahapengasih lagi Mahapenyayang. Keramahan Allah akan semakin muncul kepada mereka yang membaca Basmalah.
Kelima, Lâm: lathâfatuhu. Artinya kelembutan Allah. Hikmah di balik membaca Basmalah mendapat kenyamanan dan kelembutan dalam hatinya. Sikap dan sifat jelek akan hilang berganti kebaikan dan hati berhias kelembutan.
Keenam, ` : hidâyatuhu. Artinya petunjuk Allah. Seseorang yang membaca Basmalah, akan terbimbing dan terarah dalam naungan hidayah.
Ketujuh, Râ` : ridhwânuhu. Artinya kerelaan Allah. Ridha Allah akan menempel pada sosok insane yang melafalkan Basmalah. Jika Allah telah ridha pada seseorang, tidak ada lagi gunda dan gulana, karena ridha-Nya telah hinggap dalam diri. Pelaku maksiat pun yang membaca Basmalah dengan niat taubat kepada Allah, maka bacaan tersebut menjadi jembatan ridha Allah.
Kedelapan, : Hilmuhu. Artinya Kesabaran Allah. Hikmah ini memberi pelajaran tentang kesabaran Allah pada orang-orang yang berdosa. Mereka yang berbuat aniaya, kezaliman, kegaduhan yang merugikan umat manusia, kekrisuhan, akan tetap memperoleh kesabaran dari Allah dengan bacaan Basmalah.
Kesembilan, Mîm : Minnatuhu. Anugerah Allah. Orang-orang beriman yang membaca Basmalah mendapat anugerah, kebajikan, dan anugerah Allah. Oleh karenanya, setiap perbuatan dan perkataan yang diawali dengan Basmalah, menjadi berkah untuk semua.
Kesepuluh, Nûn : Nûrul Ma`rifah. Artinya cahaya pengetahuan. Dengan kata lain, kalimat basmalah mengandung unsur cahaya Ilahi. Dan cahaya itu diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang bertakwa.
Kesebelas, Yâ` : Yadullâh. Artinya tangan (penjagaan) Allah. Allah memberikan penjagaan pada diri orang yang membaca basmalah. Bacalah pada saat di rumah, kendaraan, tempat kerja, dan di mana saja. Dengan membaca tersebut, Allah turunkan penjagaan  dan pengayoman kepadanya.


Dikutip dari :
http://blog.its.ac.id/syafii/2011/07/01/sebelas-rahasia-membaca-basmalah-oleh-habib-ali-akbar-bin-aqil/