Tema pernikahan atau membentuk rumah tangga
islami adalah masalah yang selalu hangat dibicarakan dan bahkan harus
dibicarakan! Tentunya jangan hanya dibicarakan dan difikirkan tapi di
laksanakan .... InsyaAllah.
Dalam Islam pernikahan itu mempunyai nilai yang
sangat suci, agung dan sakral. Ijab kabul sebagai transaksi pernikahan
merupakan ucapan yang ringan dilafalkan tapi berat sekali tanggung jawabnya.
Allah sendiri menyebut ijab kabul itu sebagai ikatan yang kuat/kokoh (Mitsaqon
Gholizho).
"Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali,
padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai
suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian
yang kuat." (QS. 4:21).
Dalam AlQur an Allah hanya dua kali menggunakan
istilah perjanjian yang kuat ini, pertama untuk pernikahan dan kedua untuk
perjanjian dengan bani Israil (di masa Nabi Musa As): "Dan telah kami
angkat ke atas (kepala) mereka bukit Thursina untuk (menerima) perjanjian (yang
telah Kami ambil dari) mereka. Dan Kami perintahkan kepada mereka:
"Masukilah pintu gerbang itu sambil bersujud", dan Kami perintahkan
(pula) kepada mereka: "Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari
Sabtu", dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh."
(QS. 4:154).
Setelah Ijab Kabul terucapkan, maka
konsekwensinya:
1. Halal lah apa yang tadinya haram. Jangankan
berpegang-pegangan, saling pandang-pandangan saja sebelum menikah antara 2
jenis kelamin dilarang oleh Islam. Tapi setelah ijab kabul, maka lenyaplah
tabir tsb.
"Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah
tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu
bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu,
dan bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya.
Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman." (QS. 2:223)
2. Terjadilah pemindahan tanggung jawab seorang
wanita dari orang tua/wali ke suaminya. Sebelum menikah segala tanggung jawab
seorang anak terletak di pundak Ayahnya, setelah menikah maka kewajiban tsb
berpindah ke suami.
Suami harus memenuhi segala kebutuhan lahir
bathin istri. Suami yang akan di minta pertanggung jawabannya di akhirat kelak
bagaimana ia mendidik istri dan anak-anaknya. Seperti Hadist yang diriwayatkan
oleh Hakim: Manusia yang paling besar tanggung jawabnya kepada wanita ialah
suaminya.
3. Keihlasan seorang wanita dipimpin oleh suami
dan taat pada suami. "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,
oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebahagian dari harta mereka. Sebab itu maka Wanita yang saleh, ialah yang
ta'at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena
Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya,
maka nasehatilah mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta'atimu,
maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah
Maha Tinggi lagi Maha Besar." [QS An-Nisa' 4:34]
Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi S.A.W beliau
bersabda, seandainya aku boleh menyuruh orang untuk bersujud kepada seseorang,
niscaya aku menyuruh seorang istri bersujud kepada suaminya. (HR Turmudzi).
Dari Ummu Salamah ra. Berkata, Roaulullah bersabda: setiap istri yang meninggal
dunia sedangkan suaminya meredhoinya, niscaya ia masuk surga (HR Turmudzi)
Pernikahan dalam rangka membentuk rumah tangga
yang islami merupakan basis penting dalam perjalanan pembangunan ummat. Rumah
tanga merupakan organisasi terkecil yang bisa menjadi gambaran mikrokondisi
sebuah masyarakat.Ia juga merupakan pijakan kedua setelah pembinaan individu
muslim, dan wadah praktis untuk pengamalan-pengalaman syariat Islam secara
berkelompok dan terorganisasi.
Fungsi-fungsi dalam rumah tangga yang teratur dan
terstruktur rapi disertai semangat amanah dan tanggung jawab masing-masing
anggotanya akan menciptakan kondisi yang tentram dan di ridhai Allah S.W.T.
Jika suami sebagai qawwam (pemimpin) dan istri sebagai ribatul bait (pengatur )
rumah tangga menyadari amanat tsb akan dipertanggung jawabkan di akhirat, maka
kecermelangan rumah tangga yang samara (sakinah, mawaddah, rahmah) menjadi
niscaya adanya..
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram (sakinah) kepadanya, dan dijadikan-Nya di
antaramu rasa kasih (mawaddah) dan sayang (rahmah). Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir."
(QS. 30:21)
Mawaddah dalam ayat diatas lebih berkonotasi ke
fisik, tidak hanya masalah kecantikan istri, ketampanan suami, kemolekan tubuh,
tapi juga menyangkut tingkat sosial, ekonomi, pendidikan dan peradaban. Karena
Islam juga memandang faktor ke-sekufu-an (selevel) merupakan salah satu faktor
kebahagiaan rumah tangga.
Semakin jauh perbedaan latar belakang kesekufuan
ini akan sering terjadi culture schok yang dapat menimbulkan
perselisihan/percekcokan. Tapi bukan berarti Islam melarang pernikahan antar si
kaya dengan si miskin. Dalam sejarah sahabat, hal ini terjadi pada kasus
pernikahan sahabiyah Zainab dengan Zaid yang Allah abadikan di dalam surat Al
Ahzab (33) ayat 37.
"Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada
orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah
memberi nikmat kepadanya:"Tahanlah terus isterimu dan bertaqwalah kepada
Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan
menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih
berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap
isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada
keberatan bagi orang mu'min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat
mereka, apabila anak-anak Angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada
isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi." [QS Al-Ahzab
33:37].
Sedangkan Rahmah pada surat Ar Rum 21 diatas,
adalah faktor kasih sayang yang bersifat batiniyah, menyangkut kepahaman
terhadap Dien (agama), keimanan, akhlak, selera dan ideologi. Dan faktor-faktor
ini sangat penting. Pilihlah yang utama berdasarkan Diennya. Seperti hadist
yang telah ita sering dengar: Wanita itu dinikahi karena 4 perkara: karena
hartanya, keturunannya, kecantikannya dan Dien nya. Maka dapatkan lah wanita
yang memiliki Dien (H.R Bukhari).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar